Bersabar Saat Mendapat Nikmat, Bersyukur Saat Mendapat Musibah
Ada sebuah keajaiban yang hanya dimiliki seorang mukmin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkannya dalam sebuah hadis yang begitu indah,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Level seorang mukmin itu berkelas, hidupnya hanya berada pada dua keadaan: bersyukur dan bersabar. Ketika mendapatkan nikmat, ia bersyukur; dan ketika mendapatkan ujian serta cobaan, ia pun bersabar.
Akan tetapi, seorang mukmin bisa meng-upgrade level yang lebih tinggi dari keadaan tadi, yaitu ia bersabar saat memperoleh kenikmatan dan bersyukur tatkala musibah menimpa.
Seorang mukmin yang mencapai level ini tidak hanya melihat peristiwa hidup dari sisi lahiriah. Ia melihat dari kacamata iman, bahwa setiap peristiwa ada hikmah dan pesan cinta dari Allah Ta’ala untuknya.
Contohnya, semisal ada seseorang yang kecelakaan, ia tidak hanya bersabar atas musibah yang sedang menimpa baik fisik maupun kendaraanya; akan tetapi, ia malah bersyukur karena yang ia alami hanya lecet dan tidak terluka parah, bahkan tidak sampai meninggal dunia. Ia bersyukur karena Allah masih melindunginya. Bersyukur karena luka itu ringan. Bersyukur karena Allah tidak menimpakan yang lebih besar.
Di sisi lain, ketika seseorang mendapatkan limpahan rezeki: bonus, proyek besar, kenaikan gaji. Ia bersyukur, itu hal yang lumrah dan seharusnya demikian. Tetapi yang luar biasa adalah ia juga bersabar. Ia menahan diri dari sifat boros. Ia menjaga harta itu dari maksiat. Ia melindunginya dari hal sia-sia. Ia tidak membiarkan nikmat itu menyeretnya kepada dosa. Ia jaga agar tidak dipakai untuk berjudi, main slot, berzina, minum minuman keras, dan lainnya. Inilah sabar di balik nikmat.
Inilah level seorang mukmin yang sangat berkelas, ia bersabar saat mendapatkan kenikmatan dan bersyukur ketika diberikan cobaan, ujian, atau musibah.
Kisah teladan syukur dan sabar
Nabi Nuh ‘alaihissalam, hamba yang sangat bersyukur
Nabi Nuh dijuluki “abdan syakuro” karena ia memiliki kebiasaan bersyukur kepada Allah Ta’ala dalam setiap keadaan. Allah Ta’ala memuji Nabi Nuh ‘alaihissalam dengan kalimat yang begitu agung,
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا
“Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra’: 3)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كان نوح لا يحمل شيئًا صغيرًا ولا كبيرًا إلا قال: بسم الله، والحمد لله. فسَمّاه الله: عبدًا شكورًا
“Nuh tidaklah melakukan sesuatu aktivitas, baik yang kecil maupun yang besar, melainkan beliau selalu berkata, ‘Bismillah’ dan ‘Alhamdulillah’. Maka Allah pun menamainya sebagai hamba yang banyak bersyukur (‘abdan syakura).” [HR. Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab Asy-Syukr, hal. 44 (no. 127), dan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6: 268 (no. 4154) dengan sanad yang lemah]
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam kitab az-Zuhd dari Muhammad Ibn Ka’b al-Quroziy, beliau berkata,
إنَّ نوحًا عليه السلام كان إذا أكل قال: الحمد لله، وإذا شرب قال: الحمد لله، وإذا لبس قال: الحمد لله، وإذا ركب قال: الحمد لله، فسماه الله عبدًا شكورًا
“Sesungguhnya apabila Nabi Nuh ‘alaihissalam makan, beliau senantiasa mengucapkan ‘alhamdulillah’, apabila minum mengucapkan ‘alhamdulillah’, apabila memakai pakaian mengucapkan ‘alhamdulillah’, dan apabila menaiki tunggangan mengucapkan ‘alhamdulillah’. Oleh karena itu, Allah menamainya dengan hamba yang banyak bersyukur.” (HR. Ahmad dalam Az-Zuhd hal. 50, Ibnu Abi ad-Dunya no. 207, dan Al-Baihaqi dalam Syu‘abul Iman no. 4473)
Bahkan Nabi Nuh ‘alaihissalam bukan hanya terkenal dengan hamba yang pandai bersyukur, tetapi kesabaran panjang dalam dakwah selama ratusan tahun, tanpa pernah mengeluh kepada Rabb-nya.
Ibrahim: Imamnya orang-orang yang bersabar
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” (QS. Al-Baqarah: 124)
Ayat ini bukan sekadar cerita sejarah. Ini adalah potret bagaimana kesabaran dapat mengangkat manusia ke derajat yang tidak pernah ia bayangkan. Ibrahim diuji dengan ujian yang berat dan bertubi-tubi dari segala sisi, ia diusir dari negeri yang ia dibesarkan di sana, berpisah dari keluarga, bahkan mengorbankan anak tercinta yang telah lama ia damba. Tetapi, setiap ujian itu disambut dengan hati yang tunduk dan jiwa yang yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan hadir.
Tips agar lebih mudah bersabar
Lihatlah orang lain yang diuji lebih berat
Ketika musibah mengetuk pintu hidupmu, jangan biarkan hatimu terbenam dalam kesedihan yang membuatmu lupa betapa banyak orang lain yang diuji jauh lebih berat. Melihat keadaan mereka bukan untuk mengecilkan rasa sakitmu, tetapi agar engkau sadar bahwa Allah masih menjagamu, masih melindungimu, dan masih memberimu ruang untuk berbenah dan bersyukur.
Itu membuat hati lebih tenang dan sadar bahwa musibah kita masih ringan. Dari Mush’ab bin Sa’id (seorang tabi’in) dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad-Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 3402)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اَللَّهِ عَلَيْكُمْ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketahuilah bahwa kita tidak sendirian
Ketahuilah, kita tidak pernah benar-benar sendirian. Setiap senyapnya malam yang membuat kita merasa paling terluka, setiap detik yang membuat dada terasa sesak oleh ujian, sebenarnya sedang dialami oleh banyak hati lain di luar sana. Ujian adalah sunnatullah bagi setiap hamba beriman; tanda bahwa Allah masih memperhatikan, masih menginginkan kita tumbuh dan semakin dekat kepada-Nya.
Ketika kita diuji dengan kekurangan harta, ingatlah bahwa di luar sana ada yang berjuang lebih keras untuk sekadar memenuhi kebutuhan paling dasar. Saat kita merasakan pedihnya perlakuan yang kurang baik dari anak, pasangan, orang tua, tetangga, atau rekan kerja, ketahuilah bahwa banyak hati lain yang merasakan luka yang serupa.
Ayat-Nya pun menguatkan, bahwa setiap musibah terjadi dengan izin Allah dan tidak akan melebihi batas kemampuan hamba-Nya,
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah: 286)
Ingat pahala tanpa batas
Allah Ta’ala berfirman bahwa pahala orang sabar diberikan tanpa perhitungan,
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Setiap sabar yang kita genggam, meski hanya seukuran denyut jantung, sedang ditabung oleh Allah dalam timbangan kebaikan yang tak terhitung.
Tips agar menjadi hamba yang bersyukur
Hargai nikmat yang sering kita anggap sepele
Bersyukur atas nikmat-nikmat yang sering kita anggap sepele, seperti nafas yang kita hirup, kesehatan, atau keluarga yang masih bisa kita peluk dan ajak bercengkrama setiap hari. Nikmat-nikmat itu begitu dekat hingga kita lupa bahwa suatu hari bisa saja Allah menariknya kembali. Setiap detik yang masih diberikan kepada kita adalah anugerah yang tak ternilai, hadiah yang sering kita sadari hanya setelah hilang dari genggaman.
Allah Ta’ala berfirman,
وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Az-Zariyat: 21)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian yang pada pagi harinya merasa aman di tempat tinggalnya, sehat tubuhnya, dan memiliki makanan yang cukup untuk hari itu, maka seolah-olah dunia dan segala isinya telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmizi)
Anggap nikmat kecil sebagai sesuatu yang besar
Anggaplah setiap nikmat kecil sebagai sesuatu yang besar, karena tidak ada nikmat yang benar-benar kecil. Seteguk air yang meredakan dahaga, istirahat yang cukup setelah hari yang melelahkan, atau satu doa yang Allah kabulkan tanpa kita sadari, semuanya adalah karunia yang pantas disyukuri dengan sepenuh hati.
Sering kali kita menunggu datangnya nikmat besar untuk merasa bahagia, padahal kebahagiaan itu terselip di hal-hal sederhana yang kita temui setiap hari. Mungkin justru pada nikmat-nikmat kecil itulah Allah ingin mengajarkan bahwa kasih sayang-Nya selalu hadir, bahkan tanpa kita minta.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4: 278. Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah no. 667)
Sabar dan syukur bagaikan dua sayap
Hidup ini bukan tentang apa yang menimpa kita, tetapi bagaimana kita menghadapinya. Syukur dan sabar adalah dua sayap yang saling melengkapi yang membuat seorang mukmin bisa terbang lebih tinggi melintasi ujian kehidupan. Ketika sabar menopang kita di saat badai datang, syukur menerangi hati kita di tengah kegelapan. Dengan sabar, kita belajar menerima ketetapan Allah, dengan syukur, kita belajar melihat keindahan di baliknya.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang mampu naik ke level iman yang lebih tinggi dengan: bersabar dalam kelapangan, bersyukur dalam kesempitan.
Baca juga: Mengapa Harus Sabar Kalau Bisa Marah?
***
Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya
Artikel Muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/110803-bersabar-saat-mendapat-nikmat-bersyukur-saat-mendapat-musibah.html